KEPALA SEKOLAH IDAMAN
Hari ke-30
Sebenarnya ini hanya semacam curhatan saja ya, selama bertahun-tahun menjadi guru, menjumpai kepemimpinan kepala sekolah yang bermacam-macam karakter dan orientasi kepemimpinan yang berbeda pula. Ada yang orangnya itu benar-benar punya aura pemimpin, jadi begitu ketemu beliau kita menjadi segan dan hormat. Ada yang hanya bisa memerintah tapi tidak bisa memberi contoh baik sikap maupun kinerja. Ada yang masa bodoh, cari amannya saja, tidak punya gebrakan apa-apa dalam memimpin.
Padahal aku pernah punya angan-angan, jika ada pergantian kepala sekolah lagi. Pengennya yang mapan secara ekonomi, punya karakter yang baik (terutama sikap sosialnya) punya visi dan misi yang jelas, dan yang paling penting berani mengambil resiko dan menghadapi tantangan senyampang itu untuk kebaikan sekolah beserta warganya.
Itu adalah kepala sekolah yang ideal menurutku. Tapi kadang, yang terjadi justru sebaliknya. Sekolah menerima siapa saja kepala sekolah, tanpa diberi kesempatan memilih. Iya kan... tahu-tahu datang SK dan bertugas.
Ya pada dasarnya semua manusia itu baik, tapi sesungguhnya tidak semua punya talenta untuk memimpin. Ketika menjadi kepala sekolah, ada yang belum bisa menanggalkan 'egonya', belum bisa melihat dari sudut pandang seorang pemimpin. Akhirnya, yo sak enake dewe. Kalau diberi masukan dari anak buah, tak pernah ditanggapi. Kalau ada anak buah yang kelihatan lebih menonjol, dianggap sebagai saingan sehingga selalu mencari celah untuk menyalahkan. Merasa dipintari oleh anak buahnya. Padahal di sekolah itu kan teamwork, sebagai leader seharusnya tahu di mana posisinya. Iya nggak?
Trus, yang seperti apa sih kepala sekolah dambaan itu?
Sebenarnya tidak ada satupun manusia itu yang sempurna, semua punya kelemahan dan kelebihan. Kalau dalam sebuah teamwork, satu dengan yang lain saling melengkapi. Tidak saling menjegal, atau pun mengadu domba. Pasti akan tercipta kondisi kerja yang kondusif dan nyaman. Kalau kerja nyaman, pasti hasil akan maskimal. Begitu kan?
Sekarang sudah tidak zamannya 'carmuk' pada atasan, supaya kita mendapat prioritas dan perlakuan khusus. Yang pasti, bahwa seperti apa kinerja kita itulah yang akan dilihat dan dinilai.
Ini bukan zaman feodal, dimana pemimpin atau kepala sekolah bisa bertindak otoriter. Zaman transparan gaes, harus hati-hati dengan segala tindakan. Kalau tidak mau di'viralkan'. Ya nggak?
Mengerikan ya, hidup di zaman milenial. Semua harus hati-hati. Menjadi kepala sekolah tidak bisa sembarangan, menjadi guru juga tidak boleh sembrono. Sebab dalam hitungan detik, apa yang tanpa sengaja kita lakukan bisa menjadi konsumsi masyarakat luas.
Masyarakat akan dengan mudah menghakimi kesalahan kita. Tanpa melihat kronologi kejadian sebenarnya.
Nah, beratkan hidup di zaman sekarang. Jadi ingat stiker yang ditempel di bokong truk.
"Sek enak zamanku biyen to?"
😀😀
#TantanganGurusiana.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Alhamdulullah, selamat bu Indah
Ma kasih bu
Terimakasih. Pencerahannya yg luar biasa. Salam kenal.
Salam kenal juga bu
Betul, Bu. Kalau beja ya dapat kepala sekolah yang mendekati ideal. Tapi kalau lagi bejaaaa banget ya dapat kepala sekolah yang suka mban cinde mban siladan...dan sgt tdk objektif. Apalagi yang model ramah kalau lagi butuh...cuiiih...nggak bgt deeh...
Hehehe....emang masih ada ya yang kek gitu Bu..
Nggak...itu cuma di negeri Alengka. Di Indonesia mah KS nya baik2. Klo ada yg blm baik itu lg khilaf aja. He he he...
emangggg ibu ini...Indah Patmawati
Iya... emang