Indah Patmawati

Indah Patmawati, Widyaiswara di P4TK PKn dan IPS. Lahir di Madiun, sebuah kota yang penuh sejarah dan terkenal dengan nasi pecelnya. Alamat di Jalan Parianom B4...

Selengkapnya
Navigasi Web
PENGAKUAN DOSAKU

PENGAKUAN DOSAKU

Hari ke-5

Sumprit sampai setua ini, belum pernah aku beli buku. Dulu selalu memanfaatkan buku-buku yang ada di perpustakaan sekolah. Maklum SD pinggiran, jadi perpustakaannya kecil dan tempatnya tersembunyi di pojokan. Hanya dua rak kecil yang isinya 200-500 buku. Saat itu aku masih senang-senangnya membaca. Hampir semua buku sudah kulalap habis. Terutama buku fiksi. Kalau baca buku-buku fiksi begitu, aku bersemangat. Nggak ada rasa ngantuk blas. Tapi kalau baca buku pelajaran atau baca yang non fiksi, Ya Allah...mataku kayak dilem. Bawaannya ngantuk aja. So, nggak pernah tuntas membaca satu buku. Hehehe...jadi ngelantur ke masa kecil ya...

Jika sekarang ada gerakan literasi sekolah (GLS), dimana siswa diwajibkan untuk membaca buku. Jujur saja sejatinya itu tamparan buat diriku. Woooiiii sakitnya tuh di sini!

Mengapa?

Sebab hal itu sangat bertentangan dengan hati nuraniku. Aku yang nggak pernah membaca buku kok harus ngoprak-ngoprak siswaku untuk membaca buku. OMG...!!

Sungguh terlalu kan aku ini?

Meskipun waktu kecil aku rajin membaca, tapi itu kan dulu. Yang dibutuhkan siswa sekarang kan keteladanan dari guru. Menggerakkan literasi tidak sekedar di mulut dan di slogan, tapi harus ada bukti nyata. Harus ada keteladanan dari guru yang bisa dicontoh siswanya. Bukankah guru itu role model?

Kembali masalah buku, ini pengakuanku paling jujur, bahwa selama jadi guru aku memang belum pernah beli buku untuk bahan bacaan. Entahlah tidak terlintas sama sekali program beli buku dalam benakku. Masih banyak kebutuhan lain yang lebih mendesak dari sekedar beli buku. Begitulah pengakuan dosaku hehehehe....

Gerakan Literasi Sekolah memang tidak hanya sekedar baca dan tulis saja, tapi ada kegiatan lain yang tak kalah seru untuk dibudayakan pada masyarakat kita khususnya pada siswa. Gaung GLSterdengar mulai tahun 2016 seiring dengan pendidikan karakter dan kecakapan abad 21. Gaung yang memantul ke sana kemari, sampai ke pelosok negeri. Tekad bangsa ini sudah bulat untuk membudayakan utamanya pada siswa.

Masalahnya adalah kesadaran itu harus muncul dari dalam diri sendiri. Jika membaca (literasi) adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi maka dengan sendirinya kita akan berusaha memenuhinya. Nah, sampai saat ini aku belum begitu butuh, jadi ya masih belum maksimal usahaku untuk berliterasi. Inilah yang merupakan tamparan berat bagiku ketika harus ngoprak-ngoprak siswa membaca. Ya Allah dosanya aku. Padahal di zaman digital sekarang ini seharusnya aku banyak berliterasi agar aku tidak terlihat bodoh di depan siswaku.

Berdasarkan penelitian ternyata hasil studi PISA 2018 menunjukkan setidaknya ada lima kualitas guru di Indonesia yang dianggap dapat menghambat belajar, yaitu:

1. Guru tidak memahami kebutuhan belajar siswa

2. Guru sering tidak hadir Guru cenderung menolak perubahan

3. Guru tidak mempersiapkan pembelajaran dengan baik

4. Guru tidak fleksibel dalam proses pembelajaran

PISA diujikan untuk siswa usia 15 tahun, yaitu ketika mereka berada di kelas III SMP atau awal SMA. Capaian siswa dalam PISA merupakan akumulasi belajar sejak tingkat pendidikan dasar. Permasalahan kualitas guru ini tidak terlepas dari rendahnya kompetensi yang dimiliki guru pada satuan pendidikan dasar dan menengah. Hasil studi tersebut menemukan bahwa hanya 12 persen guru sekolah dasar yang merasa menguasai materi pengajaran literasi membaca dan 21 persen yang menganggap dirinya menguasai materi pengajaran matematika. Penggalakkan Gerakan Literasi Sekolah yang diharapkan dapat mewujudkan Nawacita Presiden Joko Widodo tampaknya sulit mencapai target jika tanpa dibarengi dengan mendongkrak kompetensi guru yang tepat dalam memfasilitasi pembelajaran literasi. https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/07/13524501/skor-pisa-melorot-disparitas-dan-mutu-guru-penyebab-utama?page=all.

Nah lo, setiap kali bicara masalah kompetensi guru sebenarnya ada yang berdesir di hatiku, diam-diam aku mengakui bahwa kompetensiku sebenarnya jauh dari yang diharapkan. Ironisnya lagi kalau diminta untuk belajar ada saja alasan penolakanku. Ah, bikin negara bingung kan? Jadi ingat lagu Entah apa yang merasuki. Tapi aku selalu mengingkari, dengan berbagai dalih dan alibi yang intinya mencari pembenaran diri sendiri.

Tidak salah kok, jika diam-diam mengakui kekurangan diri sendiri, untuk kemudian berkomitmen memperbaiki agar menjadi lebih baik. Siapa lagi kalau bukan kita yang menyukseskan gerakan literasi nasional. Semua diawali dari diri sendiri. Perlu dukungan dari semua pihak untuk menyukseskan gerakan literasi ini agar tidak hanya berhenti sebagai slogan belaka. Jok eman rek nek arep tuku buku, trus nek wes tuku buku njur diwaca. Aja ngge gaya-gaya an!

#TantanganGurusiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren. Lebih baik ngaku dari pada nggak ngaku, hehehe

20 Jan
Balas



search

New Post