Indah Patmawati

Indah Patmawati, Widyaiswara di P4TK PKn dan IPS. Lahir di Madiun, sebuah kota yang penuh sejarah dan terkenal dengan nasi pecelnya. Alamat di Jalan Parianom B4...

Selengkapnya
Navigasi Web

GELAR KEHORMATAN (Bag.1) : S.Pd (Spesialis Diklat)

Hari ke-15

"Guru bak pelita, penerang dalam gulita, jasamu tiada Tara"

Kalau mendengar lagu itu, rasanya tersanjuuuuung gitu. Mak nyeeess!! Benar nggak?

Betapa indahnya saat ada pengakuan bahwa jasa guru tiada tara artinya jasa guru sangat besar dan banyak begitu kira-kira. Upps... Jadi malu.

Kok malu? Ada apa ya ..?

Lha nggak malu gimana, wong apa yang kulakukan tak seindah kalimat itu. Kadang aku sendiri ragu terhadap kredibilitasku sebagai seorang guru, apa yang sudah kuberikan pada siswaku. Apakah aku berjasa? Entahlah.

Ini terkait dengan gelar yang kusandang saat ini. Dari bisik-bisik teman sih, mereka memberi gelar aku S.Pd. Lha, aku yo nggak terima wong aku ini S2 kok dikasih gelar S.Pd. yang benar aja!

Eaalaah, gelar S.Pd itu ternyata bukan Sarjana Pendidikan. Tapi SPESIALIS DIKLAT. Waduuuhhh ini tamparan dan sindirin yang teramat berat sebenarnya. Jadi, mereka memberi gelar padaku spesialis diklat? OMG!

Sebenarnya sih memang begitu, aku sering meninggalkan siswaku untuk mengikuti kegiatan Diklat. Karena sejak mengikuti Diklat, aku mempunyai banyak teman hampir di seluruh Indonesia. Rasanya senang sekali bisa ngumpul-ngumpul dengan perwakilan dari masing-masing kota, bisa tambah ilmu dan pengalaman.

Niat awal sih, setelah Diklat akan menerapkan ilmu yang telah diberi untuk meningkatkan kualitas mengajar dan harapannya prestasi siswa akan menjadi lebih baik. Atau paling tidak sosialisasi kepada teman terkait hasil Diklat. Tapi, ternyata nggak ada kesempatan, karena menyusul tugas baru dari dinas untuk menjadi fasilitator.

Rasanya bangga menjadi orang kepercayaan dinas, menjadi sangat PD bila berkumpul dengan teman-teman guru yang lain. Yang notabene punya kemampuan seimbang, nyambung kalau diajak komunikasi. Sebab tidak setiap orang diberi kepercayaan untuk menjadi fasilitator, harus ada kriteria tertentu. Paling tidak punya kemampuan lebih dari yang lain, dan yang lebih utama punya link dengan orang dinas.

Dampaknya sangat besar, punya beberapa teman dari dinas, kalau ada kegiatan pasti aku yang dikontak lebih dulu. Kalau ada kegiatan diklat, aku juga bisa minta untuk diikutkan. Semacam jadi member dan tahu sama tahu gitu. hehehe....

Alhasil, aku jadi banyak meninggalkan kelas. Siswa terlantar, karena tak ada guru yang bisa mengisi kekosongan kelas. Karena memang guru di tempatku sangat terbatas. Siswa hanya kuberi tugas mengerjakan LKS dan mencatat materi yang sudah kusiapkan. Mungkin karena mereka sudah terbiasa kutinggal jadi lebih dewasa dan pengertian.

Bukan tak tahu tupoksiku sebagai guru. Tahu banget bahkan, aku sering menjadi fasilitator yang mengingatkan guru-guru untuk selalu menjadi guru yang baik, kreatif, inovatif, bla..bla...bla... Banyak sekali wejangan yang tak terasa kuberikan pada para guru. Aku selalu tampil maksimal ketika menjadi fasilitator. Meski sebenarnya hal yang kusampaikan hanya terbatas teoritis, karena aku jarang mempraktikkan. Wong sering tugas keluar.

Suatu kali pernah aku dipanggil kepala sekolah untuk kegiatanku yang sering meninggalkan kelas. Banyak saran dan nasihat yang diberikan beliau, yang intinya aku tetap harus mengutamakan tugas utamaku sebagai guru, yaitu mendidik dan mengajar. Beliau tidak melarang untuk mengikuti diklat, sepanjang itu untuk peningkatan profesionalku. Saat itu aku hanya berpikir, bahwa bukannya kegiatan Diklat ini, karena tugas dari negara. Bila konsekuensinya harus meninggalkan kelas ya mau bagaimana lagi. (konyolkan aku?)

Tak ada masalah yang tak bisa diselesaikan. Akhirnya, bisa juga kuatasi masalahku. Aku minta bantuan tenaga honorer untuk mengisi kelasku jika aku dapat tugas luar. Tak apa-apa jika harus merogoh sedikit kocek, yang penting semua bisa seiring sejalan. Beres kan! Dan semua berjalan sebagaimana biasanya.

Ironisnya, masalah tidak berhenti sampai di situ. Teman-teman mulai kasak kusuk setiap aku dapat tugas lain. Belum lagi wali murid yang mulai memprotes terhadap apa yang kulakukan, menukar kehadiranku dengan berbagai tugas. Rasanya aku harus menutup telinga untuk suara-suara yang tidak enak terkait dengan kegiatanku. Mungkin mereka iri, karena tidak mendapat kesempatan seperti diriku.

Mengapa begini jadinya. Aku toh tidak bisa menolak semua tugas yang diberikan padaku, meskipun harus meninggalkan siswa.

Sebenarnya tugas guru dimana pun ya sama, sebab semua telah diatur. Ada regulasi yang jelas tentang tugas-tugasnya, serta bagaimana upaya meningkatkan kompetensinya.

Sebaiknya segera insyaf dan kembali ke jalan yang benar agar kita tidak menerima predikat macam-macam. Jadi nggak ada Guru Spesialis Diklat! Ups.... nyesek di dada.

#TantanganGurusiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Salam kenal kembali, bu

29 Jan
Balas

Akhirnya jd bahan guncingan ya bu padahal maksudnya baik

29 Jan
Balas

Iya, karena terlalu sering sih....

29 Jan

Hehehe...itu pengalaman pribadi apa cerita ttg org lain?Saya jg smpat mmbyangkan..di sini jg ada S.Pd loh....tiap saat dia yg dipanggil untuk pelatihan...

29 Jan
Balas

Hehehe...

29 Jan

Salam kenal...dalam literasi...Follback akun ku jg ya??

29 Jan
Balas

Siiiaap

07 Feb

Thanks ibu...

07 Feb



search

New Post