Indah Patmawati

Indah Patmawati, Widyaiswara di P4TK PKn dan IPS. Lahir di Madiun, sebuah kota yang penuh sejarah dan terkenal dengan nasi pecelnya. Alamat di Jalan Parianom B4...

Selengkapnya
Navigasi Web

AKU BELAJAR PADA SIAPA?

 

Hari ke-10

 

Pernahkah kau merasa jengkel atau sebel pada teman di sekolahmu karena setiap ada kegiatan sekolah selalu menolak jika dilibatkan?  Apa yang kau rasakan saat itu?  Apalagi saat sekolah lagi super sibuk dengan kegiatan dan butuh tenaga banyak untuk menyukseskan, jadi puyeng kan?

Toss..! Sama denganku.

Aku ini memang tergolong guru baru di sekolahku. Maksudku baru diangkat gitu lho. Masih golongan 3A. Pengalaman mengajarku memang sedikit, jadi aku memang harus belajar banyak, agar kemampuanku semakin terasah, tajam terpercaya. (Kayak pisau aja hehehe!)

Tidak menjadi masalah, jika banyak hal yang berkaitan dengan pembelajaran  dan perkantoran dibebankan padaku. Toh, memang semua telah kuniatkan untuk menambah ilmu dan pengalaman. Berat memang, tapi untuk sebuah pengalaman yang berharga, apalah artinya itu. Toh, dampak dari semua itu nanti pasti akan kuterima sebagai sebuah pembelajaran berharga bagiku. Tidak ada yang sia-sia untuk sebuah kebaikan yang telah kita lakukan. Karena aku punya passion, yang tak perlu kuberitahukan ke orang lain. Biarlah hanya aku dan Tuhan saja yang tahu. Cieee cieee...

It's Ok, ketika mereka menyebutku guru yunior. Nggak masalah. Apapun sebutannya yang penting kerjanya, Bung! (Nyulik istilah dari iklan rokok ya...)

Aku nggak peduli sebutan yang diberikan padaku. Sebab setelah kupikir memang benar adanya. Meskipun aku pernah membaca "Bahwa senioritas seseorang tidak ditentukan oleh usia." Tapi aku tak ambil pusing, yang penting di sekolah aku harus mengajar dengan maksimal. Berusaha membiasakan dan membudayakan bekerja cerdas, cepat, dan ikhlas. Sebab dari kecil aku sudah bercita-cita menjadi guru,  sekarang sudah terwujud, maka aku harus konsekuen dengan cita-citaku, yakni menjadi guru yang baik.

Yang kubutuhkan dalam kerja adalah teladan dan contoh yang baik dari para seniorku. (Nah kan, ada istilah senior dan yunior akhirnya! Padahal  menurutku nih, sebutan itu seolah memberi batas dalam proses bergaul, berkomunikasi, dan berinteraksi. Seperti ada jurang di antara kita gituh. Sehingga butuh jembatan agar bisa terhubung)

Ya, sebuah teladan! 

Nah, di sinilah letak akar masalahnya.  Misalnya, sekolah mau mengikuti lomba gugus atau lomba Adiwiyata. Kepala sekolah pasti membagi-bagi tugas. Kita diperlakukan sama sesungguhnya. Diberi tanggung jawab sesuai dengan kemampuan masing-masing, dalah hal ini pastilah kepala sekolah sudah memperhitungkan. Ya nggak? Tapi, setiap kali para senior diberi tugas selalu menolak dengan berbagai alasan. Yang mau pensiunlah, merasa sudah tualah dsb. Akhirnya lepas tangan tidak mau ikut andil sama sekali. Kalau hanya sekali sih nggak papa, lha ini berkali-kali lho. Aku jadi bertanya-tanya, apakah memang seharusnya begitu. Mengapa menunjukkan ketidakmampuan? Padahal aku butuh bimbingan dan support dari beliau agar bisa maksimal bekerja. Wong aku lho, sebenarnya juga maklum  andai beliau tidak membantu secara maksimal, setidaknya ada penerimaan dulu, jangan ada penolakan. Katakanlah ini sebuah professional ethics, yang harus kuterapkan dalam menjalankan tugas dan kewajibanku sebagai guru yang profesional (meskipun sejatinya aku belum mendapatkan sertifikat dan belum menerima sertifikasi), tapi seperti komitmen yang kusampaikan di atas aku ingin membiasakan bekerja secara maksimal.

            Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial Ini berarti bahwa :

1.    Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dan lingkungan kerjanya

2.    Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.

Dalam hal ini Kode Etik Guru menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi.

Harus harmonis hubungan antara satu dengan yang lain. Kalau begini lantas apa yang bisa kuteladani?  Bukankah dalam sebuah  tim itu harus kompak, bahu membahu saling mengisi bila ada kekurangan. Sukses sekolah adalah hasil jerih payah bersama. Begitu kan..kan..?

Regulasi tupoksi guru ya sama saja, tidak dikapling-kapling menjadi tupoksi guru senior dan yunior. Seharusnya kan ing ngarsa sing tuladha, ing madya mangun karsa, tutw wuri handayani. Filosofi dari Ki Hajar Dewantara itu kalau diresapi maknanya sungguh luar biasa. Sangat tepat sebagai panutan. Kita harus bisa menempatkan diri dan tahu apa yang harus dilakukan dimanapun berada.Seharusnya sih begitu yang nggak?

Aku tahu bahwa semua itu ada masanya, semua ada saatnya.

"Aja nggege mangsa, nek durung wayahe"

Dianalogikan Jikalau menanam padi jangan sampai tumbuh subur rumputnya.

Tak nandur pari malah jebule thukul suket teki. Jrennggg jreennng ....!!!

 

#TantanganGurusiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post